SHOLAT DAN BERQURBAN TANDA SYUKUR
KEPADA NIKMAT ALLAH
KHUTBAH I
بسم الله الرحمن الرحيم
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ
كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ
الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ
وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ
عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا
وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.
اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه
وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ
اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Ma'asyiral
muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Adalah sebuah keniscayaan
bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT dengan
mengucapkan "Alhamdulillahirabbil Alamin" karena kita telah diberikan
berbagai macam kenikmatan yang tidak bisa kita hitung satu persatu.
Mudah-mudahan kenikmatan yang selalu kita syukuri ini akan senantiasa ditambah
oleh Allah SWT dan kita digolongkan menjadi kaum yang pandai bersyukur. Amin ya
Rabbal Alamin. “dan apabila kita bicara nikmat Allah,
sungguh banyak yang telah diberikan kepada kita. Andaikan kita menghitung
nikmat Allah yang diberikan, niscaya tidak dapat kita hitung meskipun
menggunakan alat modern,”
Nikmat yang banyak
dari Allah itu telah disebutkan yang isinya “Jika kamu ingin menghitungkan nikmat Allah SWT yang diberikan
kepadamu pastilah tidak dapat kita menghitungnya.” Justru itu, sudah sepantasnya seluruh
umat Islam harus pandai bersyukur terhadap semua nikmat yang telah diberikan
oleh Allah. Sebagaimana dalam surat Al-Kautsar ayat satu dan dua yang isinya
“Sesungguhnya kami telah memberikan nikmat yang banyak, maka dirikan shalat dan
kurban”.
Akan tetapi, mengapa
sekarang ini sedikit sekali umat Islam yang mensyukuri semua nikmat yang telah
diberikan. Jawaban yang jujur dari pertanyaan itu karena kebanyakan umat Islam
telah dikuasai oleh nafsu dan merasa tidak cukup dengan nikmat yang diberikan
Allah. Untuk itu, Rasulullah Muhammad SAW dalam
hadisnya menyebutkan “Pandanglah kepada orang lebih rendah dari kamu, jangan
laha kamu memandang orang diatas kamua Agar kamu tidak memandang kecil nikmat
Allah yang diberikan kepada kamu.” “Dalam kehidupan jangan melihat kehidupan
orang diatas kita. Dan mari kita lihat masih banyak
kehidupan dibawah kita agar kita dapat mensyukuri nikmat Allah.” Kemudian, tanda
mensyukuri nikmat Allah yang kedua adalah kurban. rela berkurban bukan semudah
apa yang diucapkan karena berkurban harus didoorong rasa cinta. Sebagaimana pepatah mengatakan “Tiada
beban tanapa derita, selalu beban bahagia tiada kurban tanpa cinta selain kurban
yang sia-sia.
Dan
juga sebagai Ummat Nabi Akhiruz Zaman Nabi Muhammad SAW, sudah seharusnya kita
senantiasa menyampaikan shalawat dan salam kepadanya. Jangankan kita manusia
biasa, Allah dan para Malaikat pun bershalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Semogalah kita termasuk kaumnya yang akan mendapatkan hidayah dan syafaatnya di
yaumil akhir nanti. Amin.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral
muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
الكوثر Al-Kausar terambil
dari kata kasir yang artinya banyak. Dengan demikian, kata ini diartikan
sebagai nikmat atau anugerah Allah yang banyak. Mengenai maknanya secara pasti,
banyak pendapat yang dikemukakan para ulama atau mufasir. Diantaranya ada yang
mengartikannya sebagai sungai disurga yang dianugerahkan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. Pendapat ini sangat populer karena didasarkan pada hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim dari sahabat Anas Bin Malik, yang
menginformasikan keterangan Rasulullah SAW, yaitu bahwa Al-Kautsar
itu adalah sungai yang dianugerahkan Allah kepadanya di surga.
Pendapat kedua tentang makna Al-Kautsar yang juga banyak
disebut para mufasir adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Pendapat ini antara
lain dikemukakan oleh Abu Hayyan, Al-Alusi, Muhammad Abduh, Al-Qasimi, dan lainnya.
Namun demikian, adapula yang menentang pendapat ini. Alasan yang tidak sepakat
adalah bahwa keturunan itu selalu dimulai dari anak laki-laki. Padahal anak
laki-laki Rasulullah SAW semuanya meninggal ketika masih kecil, sehingga beliau
tidak mempunyai cucu dari anak laki-laki. Sedangkan cucu dari anak perempuan
biasanya mengikuti keluarga menantunya. Kenyataannya, Rasulullah SAW hanya mempunyai
cucu dari anak perempuannya yang bernama Fatimah. Namun demikian, kritik ini
dijawab bahwa anak perempuan juga dapat dinisbahkan kepada bapaknya, sehingga
anaknya juga dinilai sebagai cucu dari bapak tersebut. Oleh karena itu,
anak-anak Sayyidatuna Fatimah yang kemudian menurunkan sekian banyak orang,
dapat juga disebut sebagai keturunan Rasulullah SAW.
Pendapat ketiga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Al-Kautsar adalah anugerah atau nikmat Allah yang banyak. Pendapat ini
disimpulkan dari diskusi seorang sahabat dengan Ibnu Abbas mengenai maknanya. Ketika
dikatakan bahwa Al-Kautsar itu adalah sungai di surga, maka Ibnu Abbas menjawab
bahwa makna itu merupakan sebagian dari Al-Kautsar yang dijanjikan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW.
Munasabah dari surat Al-Kautsar yang terdapat pada akhir
surat dijelaskan tanda orang yang ingkar terhadap agama, yaitu tidak mau membantu
memberi pertolongan. Pada surat ini dijelaskan tentang nikmat yang diberikan
Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang tiada terkira.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral
muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Dalam ayat pertama ini, Allah menerangkan bahwa Dia telah
memberi Nabi Muhammad nikmat dan anugerah yang tidak dapat dihitung banyaknya dan
tidak dapat dinilai tinggi mutunya, walaupun (orang musyrik) memandang hina dan
tidak menghargai pemberian itu disebabkan kekurangan akal dan pengertian
mereka. Pemebrian itu berupa kenabian, agama yang benar, petunjuk-petunjuk dan
jalan yang lurus yang membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Orang-orang musyrik di makkah dan orang-orang munafik di
madinah mencemoohkan dan mencaci-maki Nabi Muhammad SAW sebagai Berikut :
a. Pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW terdiri dari
orang-orang biasa yang tidak mempunyai kedudukan. Kalau agama yang dibawanya
itu benar, tentu yang menjadi pengikut-pengikutnya orang-orang mulia yang
berkedudukan diantara mereka. Ucapan ini bukanlalh suatu keanehan, karena kaum
Nabi Nuh As juga dahulu kala telah menyatakan yang demikian kepada Nabi Nuh As sebagai
firman Allah :
فَقَالَ ٱلْمَلَأُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن
قَوْمِهِۦ مَا نَرَىٰكَ إِلَّا بَشَرًا مِّثْلَنَا وَمَا نَرَىٰكَ ٱتَّبَعَكَ
إِلَّا ٱلَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِىَ ٱلرَّأْىِ خ وَمَا نَرَىٰ لَكُمْ عَلَيْنَا مِن فَضْلٍۭ
بَلْ نَظُنُّكُمْ كَٰذِبِينَ
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya:
"Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa)
seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan
orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami
tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami
yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".
Sunnatullah yang berlaku
diantara hamba-hamba Allah bahwa mereka yang cepat menerima panggilan para
Rasul adalah orang-orang biasa atau orang lemah karena mereka tidak takut
kehilangan pangkat atau kedudukan, karena tidak mempunyai keduanya. Dari itu pertentangan
terus menerus terjadi antara yang merasa terpandang dengan para rasul, tetapi
Allah senantiasa membantu para Rasul-Nya dan menunjang dakwah mereka.
Begitulah sikap penduduk
mekah terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW. Pembesar-pembesar dan orang-orang yang
berkedudukan tidak mau mengikuti Nabi karena benci kepada beliau dan terhadap
orang-orang biasa yang menjadi pengikut beliau.
b. Orang-orang mekah bila melihat anak-anak Nabi Muhammad
SAW meninggal dunia, mereka berkata, “ Sebutan
Muhammad akan lenyap dan ia akan mati punah”. Mereka mengira bahwa kematian itu
suatu kekurangan lalu mereka mengejek Nabi dan berusaha menjauhkan manusia dari
beliau.
c. Orang-orang mekah bila melihat suatu musibah atau
kesulitan yang menimpa pengikut-pengikut Nabi, bergembira dan bersenang hati. Mereka
menunggu kehancuran para pengikut Nabi, sehingga kedudukan mereka semula yang
telah diguncangkan oleh agama baru itu Kembali mereka peroleh.
Pada surah
ini, Allah menyampaikan kepada Rasul-Nya, bahwa tuduhan-tuduhan yang
dilontarkan oleh orang-orang musyrik itu adalah suatu prasangka yang tidak ada
artinya sama sekali. Namun semua itu adalah untuk membersihkan jiwa-jiwa yang
masih dapat dipengaruhi oleh isu-isu tersebut dan untuk mematahkan tipu-tipu
daya orang musyrik, agar mereka mengetahui bahwa perjuangan Nabi SAW pasti akan
menang dan pengikut-pengikut beliau pasti akan bertambah banyak.
Al-Kautsar
diartikan sebagai sungai di surge yang dianugerahkan Allah kepada Nabi
Muhammad, dan adapula yang berpendapat bahwa Al-Kautsar bermakna kebaikan yang
banyak.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral muslimin wal
muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Didalam ayat
yang kedua, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar mengerjakan Shalat dan
menyembelih hewan kurban karena Allah semata, karena Dia sajalah yang mendidiknya
dan melimpahkan karunia-Nya. Dalam ayat ini, Allah
berfirman :
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ
وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ) ١٦٢ (لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ
وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِين) ١٦٣ (
Katakanlah (Muhammad): “sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (162) Tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (al-an’am/6 : 162-163)
Didalam ayat yang kedua surat Al-Kautsar, Kata shalli (صل) adalah bentuk perintah dari shalat (صلاة). Sedangkan kata inhar (انحر) berasal dari kata nahr (نحر)
yang artinya pangkal leher, sekitar tempat meletakkan kalung. Dari sana muncul
makna penyembelihan karena menyembelih unta itu di pangkal leher. Setelah diberi penegasan nikmat yang
demikian banyak, maka Rasulullah diarahkan untuk mensyukuri nikmat itu dengan
shalat dan berkorban.
Qatadah, Atha’ dan
Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah mendirikan shalat idul
adha dan menyembelih hewan qurban. Sedangkan Ibnu Jarir menjelaskan bahwa maknanya adalah jadikan seluruh
shalatmu untuk Tuhanmu, dengan niat ikhlas hanya kepada-Nya, tidak kepada
siapapun selain-Nya. Demikian pula jadikan hewan
sembelihanmu hanya untuk-Nya, bukan untuk berhala-berhala. Itu semua kamu
lakukan demi rasa syukur atas segala yang telah Dia berikan kepadamu berupa
kemuliaan dan kebaikan yang tiada tandingannya. Dia mengkhususkan hal itu hanya
untukmu. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir
Al Munir menjelaskan, melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
untuk senantiasa shalat. Ini merupakan kebalikan dari sifat orang yang
meninggalkan shalat pada Surat Al Ma’un. Allah memerintahkan shalat dengan
ikhlas (lirabbika), lawan dari shalat yang riya’ pada Surat Al Ma’un.
Dalam perspektif surah
al-Kautsar, kurban merupakan salah satu ekspresi syukur. Seperti diisyaratkan
ayat kedua surah tersebut, kurban disejajarkan dengan shalat yang dilakukan
untuk mewujudkan rasa terima kasih manusia kepada Allah atas segala pemberian
nikmat-Nya yang besar tak terhingga. Praktik
kurban juga secara tersirat memperlihatkan sebuah pengorbanan sebagai ikrar
pengabdian kepada-Nya. Sedangkan secara syariat, kurban itu diwujudkan dalam
bentuk penyembelihan hewan yang dagingnya dibagikan kepada pihak-pihak yang
berhak menerimanya. Dalam
kurban, seseorang sejatinya tidak hanya tulus menyembelih hewan secara fisik,
tapi juga menyembelih sifat-sifat hewani yang melekat pada diri para pelakunya.
Sifat
kebinatangan yang kerap muncul dalam bentuk penindasan hak-hak asasi terhadap
sesamanya, misalnya, dapat saja muncul pada siapa pun.
Secara historis,
seperti tersirat dalam surah al-Kautsar, kurban diperintahkan untuk mensyukuri
nikmat. Padahal, ketika wahyu ini diterima, Nabi Muhammad SAW tengah dalam
keadaan duka. Caci maki dan tekanan fisik ataupun mental yang dilakukan
orang-orang kafir Makkah saat itu datang bertubi-tubi. Pendeknya, Nabi beserta para sahabatnya
selama tinggal di Makkah hampir tidak pernah merasakan suasana aman dalam
hidupnya. Bahkan puncaknya, Nabi mendapat ancaman untuk dihabisi baik raga
maupun nyawanya. Tapi,
di tengah duka yang amat melukai Nabi beserta para sahabatnya itu, Allah justru
memerintahkan untuk bersyukur atas nikmat-nikmat yang Allah limpahkan kepadanya
seolah semua penderitaan itu adalah nikmat. Inilah
suasana yang melatari turunnya tiga ayat Alquran yang kemudian menjadi salah
satu surah, yaitu surah al-Kautsar. Ketika Nabi tengah terjepit di antara
impitan caci maki dan ancaman, Allah mengatakan, "Sesungguhnya telah Aku
berikan kepadamu nikmat yang amat banyak." (QS al-Kautsar: 1).
Lalu, bagaimana cara
mensyukuri nikmat? Dalam ayat berikutnya, secara berturut-turut Allah
memerintahkan Nabi untuk mendirikan shalat dan berkurban //(fashally lirabbika
wanhar). Shalat dan kurban dalam ayat ini merupakan wujud syukur manusia atas
nikmat Allah. Dalam
shalat, kita bersyukur karena Allah telah menganugerahkan banyak nikmat.
Sedangkan kurban, seperti diilustrasikan dalam ayat di atas, merupakan
simbolisasi rasa syukur dengan cara mengorbankan sebagian harta yang dimiliki
untuk kemudian dibagikan sesuai ketentuan syariat. Dua ayat pertama dari surah al-Kautsar
ini memberikan pelajaran bahwa di balik penderitaan sesungguhnya ada nikmat
tersembunyi. Secara lahir kerap kita hanya memandang penderitaan tidak lebih
dari cobaan atau bahkan siksaan. Padahal,
ketika seseorang sanggup menghadapinya dengan tulus dan penuh kesabaran,
sesungguhnya ada kekuatan amat besar yang sanggup mengubah derita menjadi
nikmat. Kesabaran itu sendiri adalah nikmat yang belum tentu setiap orang
sanggup menggapainya.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral
muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Adha rahimakumullah,
Sesudah Allah
menghibur dan menggembirakan Nabi Muhammad SAW serta memerintahkan supaya
mensyukuri anugerah-anugerah-Nya dan sebagai kesempurnaan nikmat-Nya, maka
Allah menjadikan musuh-musuh Nabi itu jadi hina dan tidak berdaya. Siapa saja yang membenci dan
mencaci Nabi akan hilang pengaruhnya dan tidak ada kebahagiaan baginya di dunia
dan di akhirat. Sedang kebaikan dan hasil perjuangan akan tetap jaya sampai
hari kiamat.
Orang-orang
kafir mekah mencaci Nabi Muhammad bukanlah karena mereka tidak senang kepada
pribadi Nabi, tetapi karena beliau mencela kebodohan mereka dan mencaci
berhala-hala yang mereka sembah serta mengajak mereka untuk meninggalkan
penyembahan berhala-berhala itu.
Sungguh Allah
telah menepati janji-Nya dengan menghinakan dan menjatuhkan martabat
orang-orang yang mencaci Nabi Muhammad, sehingga nama mereka hanya diingat Ketika
membicarakan orang-orang jahat dan kejahatannya. Adapun kedudukan Nabi SAW dan orang-orang yang menerima
petunjuk beliau serta nama harum mereka diangkat setinggi-tingginya oleh Allah
sepanjang masa.
عِبَادَ اللهِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي هذَا الْعِيْدِ السَّعِيْدِ،
وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ، فَمَنْ أَطَاعَهُ فَهُوَ سَعِيْدٌ وَمَنْ أَعْرَضَ
وَتَوَلَّى عَنْهُ فَهُوَ فِي الضَّلاَلِ الْبَعِيْدِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH II
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ,
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ
عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا
أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ
اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان
وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ
يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
0 Comments